OPINI  

UANG BANTUAN DISUNAT, KEMANA HATI NURANI PEJABAT?

Ulfa Ni'mah.
Ulfa Ni'mah.

BLORANEWS – Miris, pungli kembali terjadi. Video pemotongan dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) DD kembali menyebar, kali ini terjadi di Kecamatan Tunjungan, Blora. Tak tanggung-tanggung, sekali cair dipotong Rp 100 ribu.

Video berdurasi 2 menit 12 detik tersebut memperlihatkan beberapa warga yang memberikan uang potongan kepada aparat desa di Balai Desa Kecamatan Tunjungan, Blora. Ada yang mencatat dan ada yang memberikan uangnya. (26/9/2022)

Ditelusuri lebih lanjut, video tersebut merupakan pemotongan Dana Bansos BLT DD untuk penanganan Covid-19 triwulan ketiga. Usai dibagikan, warga berbondong-bondong ke Balai Desa untuk menyerahkan uang pemotongan sebesar Rp 100 rb.

Menindaklanjuti video viral tersebut, Bupati Arief Rohman menegaskan, begitu menerima laporan dari warga terkait penyunatan, pihaknya langsung memerintahkan petugas untuk mengembalikan iuran yang ditarik tersebut. 

Sangat disayangkan kasus ini kembali terulang. Padahal sebelumnya, Wakapolres Kompol Christian Chrisye mengatakan bahwa Gubernur Ganjar pernah mengingatkan agar tidak boleh ada kegiatan pemotongan bantuan. Gubernur Ganjar juga menegaskan bahwa mereka yang memotong bantuan masyarakat adalah pengkhianat negara. Hal itu diucapkannya saat memberikan pengarahan kepada Camat, Kepala desa, serta aparatur negara dan Forkompimda se-Kabupaten Blora. Pasca pengusutan kasus istri perangkat desa di Blora yang juga menyunat uang BLT.

Lebih lanjut, Bupati Blora, Arief Rohman juga mengungkapkan, tim Saber Pungli dari Polres, akan tetap meminta keterangan untuk menyelediki meski uang uang hasil pemotongan dana bantuan langsung tunai sudah dikembalikan.

Ya, pungli termasuk kategori kejahatan jabatan yang dimaksudkan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, Bupati Blora mewanti wanti akan tetap mengusut oknum pelaku pungli.

Sudah menjadi rahasia umum, jika pungli tidak hanya terjadi pada saat pencairan BLT BBM, Bantuan sosial Covid, tetapi  pungli bisa terjadi setiap saat setiap hari baik di tempat umum atau tertutup. Selama ada kesempatan dan biasanya terkait dengan pelayanan publik, uang pengamanan, uang beking, maupun uang koordinasi dan sebagainya.

Sayangnya lagi, hingga detik ini sanksi yang selama ini dikenakan pada pelaku pungli tidak sampai membuat mereka jera. Bahkan praktik pungli tidak kunjung mereda tetapi naik peringkatnya. Tidak tanggung-tanggung dilakukan oleh satu, dua orang, namun melibatkan banyak orang melembaga dan terstruktur.

Sebagai misal dari kades, sekretaris desa, bendahara desa dan ketua RT. Ini artinya praktik kotor ini telah berjalan secara terstruktur dan melembaga, ironisnya lagi kadang diistilahkan dengan sumbangan sukarela tanpa tekanan.

Lantas yang menjadi pertanyaan mengapa pungli merebak dipraktikkan oleh perangkat desa? Apakah selama ini, uang bulanan yang diberikan sebagai upah atas tenaga mereka dalam amanahnya kurang mensejahterakan?

Meski penarikan uang pungli dianggap kecil bagi penarik, Contohnya potongan BLT BBM ditarik 20.000/orang dari bantuan senilai 600 ribu per orang. Namun bagi rakyat uang Rp20 ribu sangatlah bernilai di tengah kesulitan ekonomi. Seharusnya kegiatan menyunat bantuan BLT tidaklah terjadi sebab uang bantuan ini sepenuhnya hak pemilik bantuan. Apalagi, di tengah kenaikan BBM, sebetulnya uang yang diberikan itu tidak mencukupi untuk menangani semua kebutuhan imbas dari kenaikan harga semua barang.

Terlepas dari alasan oknum menarik uang (pemotongan BLT) untuk kegiatan sosial, pungli tidaklah dibenarkan, merugikan. Sayangnya pungli dalam sistem saat ini belum bisa dibasmi secara tuntas, malah terkesan adanya pembiaran (ignorence). Bisa dikatakan pungli setali tiga uang dengan suap dan korupsi adalah ibarat gunung es, yang tertangkap kamera dan dilaporkan amatlah sedikit dibandingkan realita yang di lapangan.

 

Pungli akan ditindak jika dianggap ada pelaporan namun jika tidak seolah diberi ruang. Maka tak heran, siapa saja yang memiliki kekuasaan atau jabatan, ada peluang, serta mental yang lemah maka di situlah lahan subur pungli, suap dan korupsi menjamur.

Tumbuh suburnya mental para pelaku pungli, rasuah, suap, korupsi di negeri demokrasi ini tentu tidak lepas dari sistem yang diterapkan di negeri kapitalis berasas sekulerisme ini. Pasalnya, sistem sekulerisme yang memisahkan agama dan kehidupan ini ikut andil dalam mencetak mental para penguasa, pemilik jabatan di negeri ini yang hanya menjabat untuk meraup uang sebanyak banyaknya tanpa takut dosa dan tanpa peduli aturan agama, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Sehingga saat berkuasa sangat mudah tergiur menggendutkan kantong pribadi tanpa peduli nasib rakyat yang kian berat yang penting kesejahteraan pribadi terjamin tujuh turunan.

Dilihat dari sudut pandang manapun, baik pungli, suap, korupsi adalah salah, merugikan dan tidak halal. Maka sudah seharusnya dibasmi hingga akarnya. Jangan ada lagi ruang bagi mereka tikus-tikus berdasi yang mengurangi periuk nasi rakyat.

Untuk menuntaskan persoalan pungli, suap, korupsi memang dibutuhkan supporting system yang kuat, sistem yang dibangun di atas landasan iman kepada Allah SWT, sistem yang di dalamnya terpilih para penguasa, pemangku jabatan yang amanah terhadap kepemimpinan yang diembannya, serta dilengkapi dengan peradilan yang bukan hanya membasmi pelaku kecil saja tetapi juga dibutuhkan peradilan yang memberikan keadilan semestinya yang tidak hanya tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Menindak tegas pelaku pungli, korupsi, tanpa pandang bulu dengan sanksi sesuai dengan tingkat dan dampak kejahatannya, bahkan bisa sampai hukuman mati. Wallahu’alam bishawab.

Tentang penulis: Ulfa Ni’mah merupakan Pemerhati Masalah Umat Cepu Blora.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi tanggung jawab Bloranews.com