fbpx
OPINI  

HAMPIR SEPERTIGA BALITA DI KABUPATEN BLORA MENGALAMI STUNTING

Ilustrasi kerdil
Ilustrasi

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Penyebab utama stunting adalah kurangnya asupan gizi di 1000 hari pertama setelah kelahiran atau pada usia 0-2 tahun. Akhir – akhir ini, faktor non-kesehatan juga ditengarai sebagai penyebab tingginya stunting, seperti faktor ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Bisa dikatakan bahwa stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi.

 

Ilustrasi kerdil
Ilustrasi

 

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menguraikan penyebab stunting adalah sebagai berikut:

  1. Faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita
  2. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah melahirkan
  3. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC (Ante Natal Care) atau pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan dan PNC (Post Natal Care) atau pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayi setelah peristiwa kelahiran
  4. Masih kurangnya akses terhadap makanan bergizi.
  5. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi

Dalam jangka panjang, stunting bisa menyebabkan turunnya kemampuan otak individu sehingga memperlambat kemampuannya untuk belajar bahkan lebih parah lagi bisa menyebabkan gangguan mental dan penyakit kronis lainnya.

Jika di suatu daerah yang prevalensi stuntingnya masih tinggi, tentu akan menimbulkan dampak buruk bagi pengembangan kualitas sumber daya manusianya. Selain itu, stunting juga dapat menimbulkan kerugian secara makro ekonomi di suatu daerah.

Stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja. Dalam laporan World Bank Investing in Early Years Brief tahun 2016, disebutkan bahwa stunting dapat menurunkan 11 % dari Produk Nasional Bruto (PNB) dan mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan hampir sepertiga balita di Kabupaten Blora mengalami stunting. Lebih tepatnya 32,9 % balita di Kabupaten Blora mengalami stunting.

Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan prevalensi balita stunting di Jawa Tengah dan nasional yaitu 31,2 % dan 30,8 %. Terlebih lagi, angka ini masih jauh dari batas prevalensi stunting dari WHO yaitu sebesar 20 %.

Jika diurutkan berdasarkan angka prevalensi stunting terendah di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Blora menduduki urutan ke 24 dari 35 kabupaten/kota. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prevalensi stunting di Kabupaten Blora termasuk tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Jawa Tengah

Jika proyeksi penduduk 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah anak usia balita di Kabupaten Blora adalah 60.275, maka diperkirakan 19.830 balita mengalami stunting. Angka ini tentunya masih cukup tinggi dan perlu perhatian dari pemerintah Kabupaten Blora.