OPINI  

JANGAN LUPAKAN DESA, PAK PRESIDEN

Ulul Azmi Afrizal Rizqi
Ulul Azmi Afrizal Rizqi

Keresahan semua kalangan

Keresahan tidak hanya terjadi pada siswa yang masih bersekolah. Para orang tua mereka yang bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari juga mengalami hal serupa. Lagi-lagi penduduk perdesaan masih belum merasakan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Persentase kemiskinan di perdesaan bahkan dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan. Menurut BPS, persentase penduduk miskin di perdesaan pada September 2019 sebesar 12,60 persen. Sementara di perkotaan hanya 6,56 persen.

Pengukuran kemiskinan menggunakan pendekatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Artinya, penduduk dipandang miskin apabila tidak mampu dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar yang berupa makanan dan bukan makanan.

Selama ini, penduduk di perdesaan masih kesulitan memperoleh akses dalam pemenuhan kebutuhan dasar selain makanan. Jika dilihat sumbangan terhadap total garis kemiskinan, penduduk di perdesaan lebih banyak mengeluarkan biaya untuk konsumsi makanan daripada bukan makanan seperti pendidikan, kesehatan, hingga pakaian/sandang.

Data BPS menunjukkan, pada September 2019 sebesar 78,15 persen pengeluaran penduduk di perdesaan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan, termasuk rokok. Mirisnya, rokok justru menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap garis kemiskinan, setelah beras. Padahal rokok tidak memberikan sumbangan sedikitpun terhadap besarnya kalori yang dibutuhkan masyarakat.

Angka kemiskinan di perdesaan dapat ditekan apabila secara perlahan masyarakat memiliki kesadaran akan pemenuhan kebutuhan selain makanan, misalnya pendidikan. Dengan meningkatkan taraf pendidikan, bukan tidak mungkin akan mendorong majunya perekonomian penduduk. Melalui pendidikan, jurang-jurang kemiskinan dapat dijauhi karena semakin tinggi pendidikan mendorong pendapatan masyarakat yang semakin besar.

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2019,  lulusan universitas dengan rata-rata jam kerja 38 jam per minggu memiliki rata-rata upah sebulan sebesar Rp 4.363.717. Hal ini sangat timpang dengan lulusan SD yang hanya diberi rata-rata upah sebulan sebesar Rp 1.814.543 dengan rata-rata jam kerja 43 jam seminggu.