fbpx

RINTIK HUJAN WARNAI MALAM PUNCAK PERAYAAN IMLEK

Malam puncak perayaan Imlek dikenal dengan istilah Cap Go Meh. Perayaan Cap Go Meh tahun 2022 di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Klenteng Hok Tik Bio Blora diwarnai dengan rintik hujan.
Perayaan Cap Go Meh di TITD Klenteng Hok Tik Bio Blora.

Blora – Malam puncak perayaan Imlek dikenal dengan istilah Cap Go Meh. Perayaan Cap Go Meh tahun 2022 di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Klenteng Hok Tik Bio Blora diwarnai dengan rintik hujan.

Masyarakat Tionghoa mempercayai, jika hujan pertanda tahun ini banyak rezeki. Cap Go Meh dilakukan pada tanggal 15 bulan pertama kalender Tionghoa. Perayaan biasanya diawali dengan berdoa di wihara, diiringi kenong dan sambal serta pertunjukan barong sai dan liong.

“Sederhana gini, karena suasananya masih covid 19. Biasanya kan ada barongsai, ada leang leong, untuk tahun ini ditiadakan,” ucap Wakil Ketua Yayasan TITD Klenteng Hok Tik Bio Blora, Darmawan saat ditemui di klenteng, Selasa (15/02) malam.

Ia mengatakan, malam ini hanya dilakukan doa-doa secara terbatas dan mengindahkan protocol kesehatan untuk memutus rantai covid-19. Darmawan berharap, tahun ini diberikan banyak keberkahan.

“Saya harus datang ini, kalau hujan ini membawa berkah, bawa rejeki. Kalau untuk Sin Cia (nama lain dari Imlek) kan bertepatan dengan musim hujan. Harapan saya di tahun macan ini diberikan ketentraman, kedamaian dan keamanan,” harapnya.

Senada disampaikan Sekretaris Yayasan TITD Klenteng Hok Tik Bio Blora, Bambang Suharto bahwa, perayaan Cap Go Meh diisi dengan memperbanyak doa dan dilakukan secara sederhana karena covid.

“Di situasi seperti ini, pengennya negara tentram, rakyat juga tentram, Ya kita adakan sederhana, doa-doa saja. Keramaian-keramaian ditiadakan. Tahun ini tidak ada yang kurang, secara umum masih sama dengan tahun sebelumnya,” ujarnya.

“Tiap tahun Cap Go Meh an, Di Blora tidak ada rumah, tidur di hotel. Saya sering di Surabaya-Jakarta. Ketua Yayasan Klenteng Blora juga di Surabaya. Saya berharap, meski pandemi tetap ada yang sembahyang tapi dalam jumlah yang terbatas,” kata salah seorang jemaat dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, Harianto Susilo juga berasal dari Blora. (Jam).