Tak banyak yang tahu bahwa Surya Sengkala Kabupaten Blora berbunyi “Trus Kawarna Sabdaning Aji”, yang mengandung maksud tahun berdirinya Kabupaten Blora. Sengkala berasal dari kata Saka dan kala, yang dalam kamus besar berarti kata, gambar atau benda yang mengandung simbol angka numerik.

Dengan kata lain Sengkala merupakan ungkapan Jawa secara Kronogram. Sedangkan Surya Sengkala merupakan istilah Jawa dan ditujukan untuk mengkodifikasi angka kalender tahun matahari sebuah peristiwa penting ke dalam gabungan kata-kata, dan biasanya berupa kata Kawi, dan urutannya terbalik. Sehingga;
Trus Kawarna Sabdaning Aji
9 4 7 1
Maka hari Jadi Blora berada di tahun 1749. Perlu diketahui bahwa ketika seorang Jawa membuat Sengkala, tidak dibuat asal begitu saja, dan sudah pasti menyiratkan sebuah pertanda tertentu, arah kecenderungan harapan atau sebuah doa. Trus Kawarna Sabdaning Aji lalu ditafsirkan menjadi sebuah kesanggupan seluruh warga Blora untuk terus mengejawantahkan semua Dhawuh (kebijakan) dari seorang Aji atau Bupati.
Sengkala Blora memang menjadi kurang populer, tidak bisa dihindari dan penyebabnya pun beragam. Blora di kemudian hari lebih populer dengan Blora Mustika, Kota Sate, Kota Jati, atau juga Kota Barongan. Salah satu penyebab, mungkin, karena sengkala hari jadi Blora tidak pernah ditulis secara langsung, bahkan di situs resmi Kabupaten semacam www.blorakab.go.id.
Satu-satunya tulisan yang mirip dengan Sengkala adalah apa yang tertera pada Logo Kabupaten Blora, berbunyi “Sasana Jaya Kerta Bhumi”. Benar saja banyak yang terkecoh dengan “lencana” itu, tetapi pada kenyataannya sekarang hanyalah sebuah motto Kota Blora. Bagaimanapun, jika boleh berandai bahwa itu memang benar sebuah kata-kata Sengkala, yang memang materinya sangat identik, maka “Sasana Jaya Kerta Bhumi” terbaca berangka di tahun 1411, karena Sasana =1, Jaya=1, Kerta=4, dan Bhumi=1. Blora lahir sebelas tahun setelah runtuhnya Majapahit dengan Sengkala “Sirna Ilang Kertaning Bhumi”.
Bagi orang Blora yang lebih mengilhami segala sesuatu tentang mitos kota Blora, dalam arti kebaharian dan keklasikannya, pasti akan menyukai tentang “materi kuno” ini, karena dengan ini Blora lahir jauh lebih awal dari 1749. Sejarah yang tidak mengenal tanda titik, memang memungkinan Blora untuk menjadi ada di Jaman Majapahit. Tetapi sayangnya, tanpa keterangan, bukti pendukung atau kronik, teori ini haruslah disimpan lebih dalam.
Tentang penulis: Totok Supriyanto merupakan pemerhati budaya
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com