fbpx
OPINI  

KERAMAT SYEKH SITI JENAR

Opini.
Syekh Siti Jenar.

BLORANEWS – Meskipun menurut tradisi Jawa ia berperilaku sangat lembut kepada para eksekutor kematiannya, namun dalam nyanyian tradisi Carita Purwaka Caruban Nagari, Syekh Siti Jenar telah berbicara sedikit lebih banyak daripada ungkapan rasa tak bersalah. Ia tetap saja membuat ramalan yang lebih dianggap sebagai kutukan. Kepada para pemimpin yang memerintah atas orang-orang pribumi, dan atas segala tindakan semena-mena kepada orang abangan.

Ternyata Syekh Siti Jenar pernah mengungkapkannya di akhir hayat:

“Nah, engkau, Sunan Kalijaga, di masa depan engkau akan menjadi sentosa, dan memerintah seluruh negeri, engkau akan bebas, tidak ada pangeran yang berani memerintahmu, dan itu akan berlangsung satu keturunan (setelahmu). Tetapi tidak selanjutnya, ketika nanti akan muncul kerbau putih. Jangan sampai engkau tidak mengetahuinya. Itu adalah waktu pembalasanku. Keturunanmu tidak akan berdaya, hanya namamu saja yang akan diingat lama.”

Ketika delapan wali mendengar suara ini, Sunan Gunung Jati memeriksa ke arah kitab yang terpelihara dengan Baik. Mendapati bahwa memang telah ditentukan seperti yang disuarakan itu. Kemudian berkata:

“Memang demikian adanya; keturunan (saya) hingga generasi kesembilan, kalian semua harus menjadi saksi bahwa Keramat Syeh Lemahbang telah dimulai (mancik). Karena itu, ucapkan terima kasih kepada Yang Maha Melihat.”

Tubuh Syekh, bagaimanapun merasa gemetar tak nyaman dan berbicara:

“Alhamdulillah hai orang-orang yang berjenggot, jangan di ambil susah, tenanglah. Kalian harus tahu bahwa rasa sakit orang mati berlangsung sampai akhir, bahagia adalah milikmu (atau mereka), yang masih hidup dan masih memiliki (banyak) penantian yang paling unggul (kinudang ing punjul), dan kalian para santri jangan terlalu dekat denganku.”

Tidak lama setelah itu Syekh Siti Jenar ditakdirkan untuk pergi selamanya.

Delapan wali kemudian kembali ke rumah dengan maksud untuk memikirkan semua hal ini. Setelah tujuh hari berlalu, mereka berniat menuju makam, hendak melihat seperti apa rupa orang yang menyebut dirinya Tuhan itu sekarang.

Makam dibuka, dan konon jenazahnya sudah hilang, tidak terlihat, hanya dua kuntum melati, mengeluarkan pancaran nyala api. Itulah sebabnya makam ini terus menerus disebut Astana Pamlaten oleh orang-orang di kemudian hari.

Terlepas dari gagasan tentang rasa keadilan dan balas dendam, secara sepintas bahwa keramat Syekh Siti Jenar berupa ramalan ini telah terbukti. Sebagai contoh, dalam beberapa tradisi disebutkan bahwa Senapati pertama kali menggunakan warna merah (bata) dalam pembangunan Kuta Bacingah, namun dilanjutkan dengan batu putih pada lapisan setelahnya. Karena kecerobohan yang mungkin tidak disengaja ini, keturunannya kehilangan supremasi mereka. Dan tidak hanya itu saja, rupanya “nubuat” Siti Jenar juga terekam dari perjalanan sejarah, bagi sekalangan orang untuk meramalkan kedatangan orang-orang Belanda (kebo bule = kerbau putih) ke tanah Jawa.

Sekarang Kebo Bule diarak pada tanggal 1 Suro setiap tahunnya. Kerbau itu dikalungi bunga melati, yang konon telah berjasa menentukan lokasi titik awal Keraton Surakarta.

Tentang penulis: Totok Supriyanto merupakan pemerhati sejarah dan budaya.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com

Verified by MonsterInsights