Semarang- Mantan Bupati Blora, Djoko Nugroho disebut menerima aliran dana hasil pungutan liar (pungli) jual beli kios Pasar Induk Cepu.
Hal itu terungkap dalam sidang dugaan pungli pasar induk Cepu dengan terdakwa Sarmidi selaku Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kabupaten Blora di Pengadilan Tipikor Semarang.
Jaksa Penuntut Umum, Adnan Sulistyono menyebutkan terdapat dua kali pemberian uang masing-masing sebesar Rp 75 juta kepada Bupati Djoko Nugroho melalui terdakwa Sarmidi.
“Perintah terdakwa guna pemenuhan pendapatan Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UMKM serta dana akhir tahun 2019, uang Rp 75 juta untuk Kanjenge (Bupati Djoko Nugroho),” kata jaksa, dikutip dari Antara, Senin (18/10).
Adnan menjelaskan, pemberian pertama dilakukan oleh Kepala Bidang Pasar Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Blora Warso (yang diadili terpisah dalam perkara ini) kepada terdakwa Sarmidi pada tanggal 27 Desember 2019. Sedangkan pemberian kedua, diberikan melalui Sarmidi pada tanggal 15 Mei 2020.
Adapun total uang pungli sebagai dana kompensasi revitalisasi Pasar Induk Blora yang diterima terdakwa Sarmidi mencapai Rp 350 juta.
Dugaan pungutan liar terhadap para pedagang tersebut bermula dari selesainya pelaksanaan revitalisasi Pasar Induk Cepu.
Pedagang diminta untuk bayar uang kompensasi yang besarannya antara Rp 60 juta dan Rp 75 juta per kios, atau tergantung pada letaknya.
Dari kesepakatan tersebut, terdapat 17 pedagang yang menyanggupi membayar uang kompensasi dengan besaran bervariasi dalam kurun waktu 2019—2020.
“Uang kompensasi dari pedagang untuk kios hasil revitalisasi pada tahun anggaran 2018 dan 2019 tersebut secara keseluruhan terkumpul sebanyak Rp865 juta,” katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Casmaya.
Ia menegaskan bahwa pungli terhadap para pedagang tersebut tidak memiliki dasar hukum dan bukan merupakan bagian dari pendapatan daerah.
Uang pungli itu sempat disetorkan ke kas daerah Kabupaten Blora sebagai pendapatan daerah meski tidak ada dasar hukumnya.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambahkan dengan UU No. 20/2001.
Sidang akan kembali digelar pekan depan dengan agenda penyampaian tanggapan terdakwa atas dakwaan jaksa. (**)