fbpx
OPINI  

73 TAHUN KEMERDEKAAN : MENUJU DEMOKRASI BERADAB

Penulis : Moh. Misbahkhul Hamdan Lulusan Pascasarjana Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia

 

Potret Demokrasi Indonesia Dewasa Ini

Pasca reformasi 1998, Indonesia melakukan banyak simulasi demokrasi, antara lain dari sistem partai banyak ke penyederhanaan partai. Dalam UU pemilu yang baru, penyederhanaan partai tidak kelihatan. Alhasil, kontestan parpol pada pemilu 2019 bertambah dengan empat partai baru.

Literatur demokrasi memandang simulasi demokrasi di negara berkembang merupakan paradigma transisi demokrasi menuju demokrasi yang berkualitas. Tarik-menarik dari multipartai ke sistem penyederhanaan partaia dalah contoh dan implikasi dari transisi demokrasi.

Tipikal demokrasi Indonesia setidaknya dapat dibaca melalui Rose & Sin (2001) yang menemukan banyak studi tentang gelombang demokratisasi dan meyakini kompetisi elektoral yang ter-institusionalisasi memperkuat konsolidasi demokrasi.

Karena itu, hasil pilkada 2018 dan pemilu serentak 2019 adalah pertarungan atasmaju-mundurnya kualitas demokrasi di Indonesia.

Menjelang Pemilu 2019, situasi politik menjadi elemen penting dalam upaya menjaga stabilitas nasional. Pemilu dianggap sebagai ujian bangsa dalam mewujudkan demokrasi yang sehat.

Setidaknya, konsolidasi demokrasi dapat dipotret dari pelaksanaan 171 pilkada yang mencakup 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.

Tiga pilkada di antaranya pemilihan pasangan gubernur dan wakil gubernur di provinsi dengan penduduk paling padat di  Indonesia, yaitu Jabar, Jateng, dan Jatim. Cara-cara lama atau cara-cara barum emilih kepala daerah berikut proses pemilihannya merupakan potret demokrasi Indonesia.

Sejalan dengan argumentasi Carothers (2002) yang meyakini relasi kuat antara pemilihan umum dan demokrasi, akuntabilitas demokrasi ditentukan oleh partisipasi politik.

Jika proses pemilihan kepala daerah tidak mengalami banyak perubahan, maka dapat dipastikan kualitas demokrasi masa depan ditentukan oleh potret pemilu  tahun 2019.

Kita harus menyadari bahwa proses berdemokrasi tidak berhenti pada pemilihan kepala daerah dan pemilu 2019. Demokrasi diuji sepanjang masa, tidak hanya lima tahunan periode berkuasa.

Negara harus berperan aktif dan mempromosikan konsolidasi demokrasi yang jauh kedepan. Sebagai bangsa, kesejahteraan rakyat adalah titik perjuangan yang paling akhir.

Tentunya, kita berharap agar berbagai perhelatan politik di tahun 2019 tidak mengganggu kesatuan dan kebersamaa nbangsa. Pemikiran yang diambil dari Carothes(2002), dapat dijadikan pelajaran penting.

Negara yang mengalami fase transisi demokrasi akan banyak dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sejarah politik, institusionalisasi publik, wajah etnis, tradisi sosiokultural, dan substruktur publik.

Politik identitas bermunculan menjelang pemilu 2019. Menghindari munculnya beragam politik identitas (SARA), eksitensi dan penguatan parpol diperlukan. Tantangan parpol adalah mengisi struktur partai yang memiliki jaminan integritas.